Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) belum lama ini menyebut kasus glukosuria pada anak di tahun 2023 meningkat 70 kali lipat sejak tahun 2010 lalu. Lonjakan kasus tersebut merupakan sirine bagi semua pihak untuk mengatasi ancaman penyakit nan rawan ini. Terdapat 2 kondisi glukosuria nan dapat dialami oleh individu, ialah glukosuria jenis 1 dan jenis 2, di mana kondisi jenis glukosuria 1 kebanyakan dialami dalam usia anak-anak.
Diabetes jenis 1 terjadi lantaran kadar insulin nan rendah akibat kerusakan sel beta pankreas. Pengidap penyakit ini kudu mendapatkan suntik insulin secara rutin untuk mencegah komplikasi. Sedangkan glukosuria jenis 2 disebabkan oleh style hidup menyebabkan sel tubuh tidak sensitif dengan insulin.
Dokter ahli anak dr. Dana Nur Prihadi Sp.A(K), M.Kes., MH, dari Ikatan Dokter Anak Indonesia, menyebut bahwa glukosuria jenis 1 kebanyakan disebabkan oleh jangkitan virus alias penyakit autoimun nan terjadi pada saat bayi tetap dalam kandungan.
Autoimun ini bisa dipicu lantaran jangkitan saat kehamilan dan jangkitan berulang pada bayi di dua tahun pertama kehidupan. Faktor pola makan juga diteliti apakah berakibat pada kejadian glukosuria jenis 1 pada anak, misalnya konsumsi susu sapi. Ternyata aspek makanan tidak berakibat signifikan alias sangat mini pengaruhnya untuk terjadinya glukosuria jenis 1.
Oleh lantaran itu, menjaga kesehatan selama kehamilan dengan langkah rutin memeriksakan kandungan ke master alias bidan, serta mengonsumsi makanan bergizi seimbang juga turut berpengaruh pada kesehatan janin sehingga akibat jangkitan bisa ditekan.
Ibu mengandung juga kudu mengonsumsi makanan sehat agar terhindar dari melahirkan anak dengan berat badan 4 kilogram alias lebih, di mana anak bakal berisiko mengalami glukosuria jenis 2 saat dewasa.
Baca juga: Infeksi Virus Jadi Salah Satu Pencetus Risiko Diabetes pada Anak
Kenali Gejala Diabetes pada Anak dan Cara Mengelolanya
Menurut dr. Dana, orangtua mesti berprasangka jika anak mengalami penurunan berat badan padahal di saat nan sama si anak lebih banyak minum dan lebih banyak makan. Gejala lain adalah tiba-tiba mengompol di malam hari padahal sebelumnya tidak. “Umumnya inilah indikasi glukosuria jenis 1 pada anak-anak. Segera cek gula darah dan konsultasikan ke dokter,” ujar konsultan endokrin anak ini.
“Anak glukosuria tetap bisa melakukan kegiatan dan mencapai cita-citanya. Jika kontrol metaboliknya bagus, tumbuh kembang anak glukosuria bakal sebaik anak sehat,” ujar dr. Dana.
Menurut Dana, mengelola alias terapi dengan baik bakal membikin anak dengan glukosuria tetap dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik. Satu perihal nan krusial adalah kontrol metabolik berupa pengukuran kadar HbA1C setiap tiga bulan sekali. Upayakan agar kadar gula darah senormal mungkin.
Tes gula darah pada penderita glukosuria jenis 1 nan tergantung pada insulin, lanjut Dana, kudu dilakukan lebih sering ialah sebelum dan sesudah makan, apalagi malam hari saat tidur. “Mengapa di malam hari, lantaran ada akibat gula darah turun alias hipoglikemia nan lebih berbahaya,” ungkapnya.
Baca juga: Mums, Yuk Kenali Dampak Buruk Perilaku Sedentari pada Anak
Cegah dengan Menjaga Pola Makan Anak dan Aktivtitas Fisik
Selain glukosuria jenis 1, kasus glukosuria jenis 2 pada anak juga mulai naik. Berbeda dengan glukosuria tipe-1 nan tidak bisa dicegah, kejadian diabete jenis -2 pada anak dapat dicegah alias ditunda dengan pola makan seimbang dan olahraga nan teratur. Walaupun glukosuria bukan penyakit menular, tetapi penyakit ini dapat menimbulkan beragam komplikasi, seperti pada saraf, mata, dan juga gangguan pada tumbuh kembang anak.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, pemerintah telah melakukan upaya pencegahan, salah satunya dengan menekankan pentingnya skrining secara berkala sehingga jika ditemukan indikasi penyakit tertentu dapat segera ditangani.
Dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementrian Kesehatan RI menjelaskan bahwa kegemukan, kurang kegiatan fisik, pola makan nan tidak sehat, konsumsi minuman manis nan berlebihan, menjadi pemicu tidak terkontrolnya kadar gula darah.
“Pencegahan dimulai dengan menerapkan pola asuh orangtua nan sehat. Jadi orangtua mempunyai peran sentral dalam membentuk anak-anak nan tumbuh sehat sehingga bisa terhindari dari akibat penyakit, termasuk glukosuria ini,” ujarnya.
Program pemerintah untuk mengatasi balita obesitas dilakukan dengan memonitor perkembangannya dengan menimbang badan sebulan sekali. “Pemerintah juga melakukan penyediaan antropometri standar di Puskesmas dan Kartu Pantau Berat Badan,” ujar dr. Nadia.
Baca juga: Mengapa Orang Gemuk Rentan Diabetes?
Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc, Guru Besar Perilaku Konsumen, Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor menegaskan bahwa saat ini konsumsi gula harian masyarakat, baik nan didapat dari makanan alias minuman, sudah tergolong berlebihan.
Tingginya konsumsi makanan dan minuman manis di Indonesia tergambar pada hasil Riset Kesehatan Dasar 2018. Terungkap, 47,8 persen responden mengonsumsi makanan manis 1-6 kali per minggu. Sementara itu, pada anak-anak, 59,6 persen anak usia 3-4 tahun mengonsumsi makanan manis lebih dari satu kali sehari dan 68,5 persen mengonsumsi minuman manis lebih dari satu kali sehari.
“Konsumsi gula nan berlebihan ini tentu saja menambah besar akibat penyakit diabetes. Karena itu perlu tindakan preventif nan sangat serius dan tegas dalam membatasi kandungan gula dalam produk makanan dan minuman nan dijual di pasaran,” tegas Prof Ujang.
Pakar Perilaku Konsumen dari IPB ini lebih rinci menyebut gula terburuk terdapat pada makanan olahan, minuman olahraga, makanan penutup, dan saribuah buah. Anak nan dibebaskan untuk mengasup makanan alias minuman tinggi gula setiap hari tentu dapat berakibat pada asupan kalori dan unsur gizi secara berlebihan. Ini lantaran camilan nan disukai anak pada umumnya tinggi gula dan garam, namun rendah protein dan vitamin.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyarankan pemisah asupan gula per hari sekitar 50 gram alias 4 sendok makan untuk orang dewasa sehat. Asosiasi Ahli Jantung Amerika Serikat (AHA) menyebut pemisah maksimal konsumsi gula untuk anak usia 2 hingga 18 tahun kurang dari 24 gram per hari.
Ada banyak nan dapat dilakukan orangtua agar konsumsi makanan mereka lebih sehat, antara lain kebiasaan untuk membaca label pangan sebelum mengonsumsi sebuah produk, menyediakan makanan dan camilan nan bergizi di rumah, alias nan mengandung karbohidrat, protein, lemak, dan vitamin, secara seimbang. Sementara itu dalam memilih snack dalam kemasan, cermati komposisi bahan, pastikan anak tidak mengonsumsi gula berlebih. Disisi lain, dibutuhkan juga konsumsi air putih nan cukup cocok dengan kebutuhan hidrasi harian. Adapun kebutuhan hidrasi pada anak bervariasi cocok dengan usianya sedangkan untuk usia dewasa sekitar 8 gelas perhari.
Untuk anak dengan status gizi lebih alias obesitas, snack juga merupakan sarana mengontrol asupan kalori sembari tetap mempertahankan rasa kenyang. Berikan snack berupa buah potong, bukan saribuah buah. Hindari kebiasaan minum minuman manis seperti teh manis, susu kental manis, minuman berperisa, saribuah buah nan ditambah gula, dan minuman bersoda lampau mengganti kebiasaan konsumsi minuman manis dengan konsumsi air putih.
Selain itu, usahakan agar anak melakukan kegiatan bentuk selama 60 menit sehari, dalam beberapa sesi 10 alias 15 menit alias sekaligus, baik lewat permainan bentuk alias kegiatan olahraga nan disukai anak. “Gaya hidup adalah salah satu aspek penentu kesehatan konsumen. Gaya Hidup tidak sehat seperti kurang olah raga, kurang tidur dan rehat serta pola makan nan tidak seseuai rekomendasi menu seimbang dapat menyebabkan derajat kesehatan dan kebugaran nan menurun,” pungkas Prof Ujang.