“Kucumbu Tubuh Indahku” merupakan movie drama Indonesia karya sutradara Garin Nugroho nan rilis pada 2018. Bercerita tentang perjalanan hidup bocah nan tinggal di suatu desa di Jawa pada 1980an, Juno adalah anak nan ditelantarkan orang tuanya, tumbuh besar mengalami trauma, hasrat, dan cinta hingga akhirnya menjadi penari Lengger Lanang.
Juno diperankan oleh tiga tokoh dalam movie ini; Raditya Evandra sebagai Juno kecil, Muhammad Khan sebagai Juno remaja, dan Rianto sebagai Juno dewasa sekaligus narator utama kita.
“Kucumbu Tubuh Indahku” sukses mendapatkan delapan penghargaan dari dua belas nominasi di Festival Film Indonesia 2019. Termasuk Film Terbaik dan penghargaan Sutradara Terbaik pertama bagi Garin Nugroho pada arena penghargaan paling bergengsi di Indonesia tersebut.
Meski sempat menuai kontroversi di negaranya sendiri, movie ini telah diputar di beragam pagelaran movie internasional dan tetap sukses mendapatkan beberapa penghargaan lokal. Sempat diisukan sebagai film bermuatan LGBT nan tidak cocok dengan budaya Indonesia, movie ini sebetulnya lebih dari sekadar movie LGBT serta hendak mengeksplorasi kebudayaan Indonesia.
Perjalanan Hidup Juno dalam Empat Babak
“Kucumbu Tubuh Indahku” terinspirasi dari kisah penari Lengger Lanang, Rianto, penari Indonesia nan sekarang berdomisili di Jepang. Ia tubuh besar di Banyumas, provinsi di Jawa Tengah nan menjadi asal dari Tari Lengger. Rianto pun terlibat dalam movie ini sebagai narator utama nan menuntun kita dalam empat babak kehidupan Juno.
Rianto menampilkan akting nan arahanya lebih teatrikal, membawakan orasi dalam bahasa lokal sebagai prolog dalam setiap babak kehidupannya. Kemudian dipadukan dengan tarian nan seiring babak bakal terlihat perkembangannya. Dikarenakan Juno sebagai protagonis semakin banyak pengalamannya dalam menjalani kehidupan. Film ini didominasi dengan bahasa lokal, jadi terlihat sangat otentik.
Dua babak pertama mengangkat kisah masa mini Juno nan ditinggal oleh ayahnya. Kemudian hidup dengan bibinya setelah tragedi yang membuatnya kudu beranjak tempat tinggal. Begitu juga memasuki masa remaja, selalu ada pengalaman bagus untuk dikenang, sekaligus tragedi nan meninggalkan pahit di hati.
“Kucumbu Tubuh Indahku” bakal mengingatkan kita pada Best Picture Oscar 2017, “Moonlight” oleh Barry Jenkins. Dimana juga tentang perjalanan seorang bocah dari masa mini nan traumatis, diperankan oleh tiga aktor, serta transisi setiap babak nan terlihat jelas.
Jika “Moonlight” mengaplikasikan komponen art house dalam sinematografinya, movie garin Nugroho ini mempunyai komponen art house pada narasinya nan teatrikal. Kedua movie ini mempunyai banyak kesamaan secara konsep, namun muatan naskahnya tetap sangat berbeda.
Satu poin minus adalah eksekusi babak keempat nan transisinya terlihat terlalu jauh dari babak ketiga. Kemudian dialognya tiba-tiba terlalu teatrikal dan dramatis. Padahal tidak terlalu demikian di tiga babak petama. Jadi perubahannya terlalu kontras. Membuat penonton jadi tidak terlalu mengerti apa nan sebenarnya sedang terjadi dalam babak tersebut.
Tentang Trauma, Hasrat, dan Cinta
Ada tiga komponen nan terlihat mendominasi kisah Juno dalam movie ini; trauma, hasrat, dan cinta. Ada banyak kenangan pahit nan menimbulkan trauma dalam hidup Juno sejak kecil. Juno mempunyai gairah bakal seni tari Lengger, nan akhirnya menjadi minatnya. Kemudian apalah hidup tanpa pengalaman cinta? Ada poin dalam kehidupan Juno ketika dia mengalami cinta pertama di masa remajanya dengan seorang petarung (Randy Pangalila). Dimana sebetulnya ditampilkan dengan sangat subtle dalam setiap adegan, namun tetap terasa tensi dan nuansa romantisnya. Tak lebih dari itu.
‘Tubuh’ nan dimaksud dalam movie ini adalah ‘kehidupan’. Sementara ‘cumbu’ adalah kiasan hiperbola gimana Juno menyelami, mengalami, setiap perihal nan terjadi dalam hidupnya, menyimpannya sebagai bagian nan membentuk ‘tubuh’-nya. Jadi, ‘kucumbu tubuh indahku’ tak semestinya dimaknai secara harfiah nan menimbulkan banyak dugaan negatif.
Setelah menonton filmnya, dijamin mengerti bahwa movie ini tentang gimana Arjuno namalain Juno mencintai hidupnya nan indah, apalagi ketika tak hanya terbentuk dari gairah dan cinta, namun juga trauma dan luka.
Lebih dari Sekadar Film Bertema LGBT
“Kucumbu Tubuh Indahku” memang menjadi titel movie Indonesia nan terlihat sangat berani. Dengan titel demikian, kemudian ditambah rumor berlebihan tentang muatan LGBT dalam movie ini, orang-orang asumsinya sudah kemana-kemana apalagi sebelum membaca sinopsis komplitnya.
Selain orientasi seksual Juno pada sesama gender, sebetulnya kesenian Lengger Lanang dekat dengan eksplorasi gender. Dimana penari laki-laki menari dengan penampilan perempuan, komplit dengan makeup dan sanggul. Tarian nan dipertunjukan juga gemulai dan penuh lekukan unik tubuh perempuan. Medium seni nan mempertemukan maskulinitas dengan feminisme.
Namun, movie ini tidak terlalu mengeksplorasi materi tersebut, hanya konsentrasi dengan kisah Juno. Karena babak dimana Juno sudah menjadi penari ada pada babak keempat. Seperti nan dijelaskan sebelumnya, babak keempat naskahnya tidak terlalu jelas. Mulai masuk juga muatan sosial dan politik di luar perspektif pribadi Juno.
Jadi, sebetulnya movie ini tetap sangat ‘ringan’ muatannya jika dimasukan kategori movie bertema LGBT. Film lebih tentang kehidupan, lebih besar dari sekedar orientasi seksual Juno nan ‘kebetulan’ gay dalam kisah ini. “Kucumbu Tubuh Indahku” tersedia untuk di-streaming di KlikFilm.