Tulip dan bitcoin sama-sama dikaitkan dengan investasi nan sukses pada masanya, tetapi di rumah kaca raksasa dekat Amsterdam, Belanda mereka mencoba membikin keduanya bekerja sama.

Insinyur Bert de Groot memeriksa enam penambang bitcoin saat mereka melakukan penjumlahan nan rumit untuk mendapatkan mata duit kripto, mereka mengisi udara dengan bunyi nan ribut berbarengan dengan semburan kehangatan.
Kehangatan itu memanaskan rumah kaca tempat deretan tulip tumbuh, dan perihal tersebut menghentikan ketergantungan petani pada gas nan harganya melambung tinggi sejak invasi Rusia ke Ukraina.
Server nan tersedia ditenagai oleh daya mentari dari atap. Cara tersebut mengurangi biaya listrik nan biasanya sangat besar untuk penambangan dan mengurangi akibat jelek terhadap lingkungan.
Baca juga : Investor Besar Bitcoin Terus Menjual Aset Mereka, Apakah Harga Tidak Cukup Menarik?
Sementara itu, baik petani maupun perusahaan De Groot, Bitcoin Brabant sama-sama menghasilkan mata duit kripto, nan tampaknya tetap menarik investor, meskipun pasar kripto baru-baru ini mengalami kehancuran.
“Kami pikir dengan langkah memanaskan rumah kaca kami ini, tetapi juga menghasilkan beberapa bitcoin, kami mempunyai situasi nan sama-sama menguntungkan,” kata petani kembang Danielle Koning, 37, kepada wartawan.
Kecintaan Belanda pada tulip menyebabkan kehancuran pasar saham pertama di abad ke-17 ketika nilai umbi nan melambung, dan kemudian runtuh. Sekarang Belanda adalah penghasil tulip terbesar di bumi dan juga pengekspor pertanian terbesar kedua secara keseluruhan setelah AS, dengan proses nan banyak ditanam di rumah kaca.
Namun, negara dataran rendah itu sangat menyadari akibat industri pertanian terhadap perubahan iklim, sementara para petani berjuang dengan nilai daya nan tinggi.
Sumber : www.taipeitimes.com