Hirokazu Kore-eda sudah tidak asing lagi sebagai salah satu sutradara terbaik di skena perfilman. Dua filmnya telah dianugerahi penghargaan bergengsi di Cannes Film Festival; “Like Father, Like Son” (2013) serta “Shoplifters” (2018). Pada 2022, sutradara asal Jepang ini juga menuai kesuksesan melalui movie drama “Broker” nan juga masuk dalam Best Cultura 2022.
Di awal 2023 ini, Kore-eda mencoba menyutradarai serial Netflix Original bergenre slice of life, “The Makanai: Cooking for the Maiko House”. Serial ini diadaptasi dari manga “Kiyo in Kyoto: From the Maiko House” (Maiko-san Chi no Makanai-san) oleh Aiko Koyama. Dibintangi oleh sederet aktris muda Jepang mulai dari Nana Mori, Natsuki Deguchi, Ai Hashimoto, dan Aju Makita.
Kiyo dan Sumire adalah dua berkawan asal Aomori nan memutuskan untuk mengejar mimpi mereka di Kyoto pada usia 16 tahun. Kiyo mengikuti Sumire nan mempunyai ambisi besar untuk menjadi seorang maiko. Meski pada akhirnya keduanya mengejar mimpi nan berbeda, tali persahabatan mereka tak pernah renggang.
Persahabatan, Mimpi, dan Kebebasan Memilih Jalan Hidup
“The Makanai: Cooking for the Maiko House” mungkin menimbulkan ekspektasi bakal drama Jepang nan konsentrasi pada makanan. Karena sudah banyak juga drama Jepang dengan aliran spesifik tersebut. Contohnya saja “Midnight Diner”, “Samurai Gourmet”, hingga “Izakaya Bottakuri”. Namun, ‘The Makanai’ lebih dari sekadar serial tentang kuliner Jepang. Serial ini hendak membujuk kita mengintip kehidupan para maiko di semacam rumah training mini di gang-gang Kyoto. Sementara Kiyo dan Sumire menjadi dua karakter utama nan menggerakan plot.
Dimana kita bakal memandang Sumire mengejar mimpinya sebagai maiko, sementara Kiyo nan banting setir menjadi makanai, seorang ahli masak di rumah maiko. Kisah persahabatan Kiyo dan Sumire sukses menjadi jantung nan memberikan emosi pada serial slice of life ini. Dimana serial seperti ini identik dengan sekuen agenda nan tidak terlalu dramatis. Bahkan bagi beberapa orang ‘tidak terjadi apa-apa’ dalam serial slice of life seperti ini.
Kisah Kiyo dan Sumire nan mengejar mimpi mereka dengan segala kesederhanaannya justru bisa menjadi sumber inspirasi nan relevan. Debut sebagai maiko sebetulnya tetap menjadi awal dari perjalanan Sumire nan hendak menjadi geiko. Sementara Kiyo hanya menjadi ahli masak di rumah singgah, tidak ada pencapaian nan spesial. Namun ketekunan dan gairah lugu mereka menikmati apa nan mereka kerjakan adalah sajian nan terlihat natural sekaligus inspiratif.
Begitu juga terlihat pada karakter-karakter lain, semua aktris muda terlihat seperti maiko dan geiko sungguhan dengan pesonanya. Begitu juga dengan Kiyo nan memasak hidangan rumahan, terlihat sangat cekatan dan menyakinkan jika dia memang pandai memasak.
Netflix
Fragmen Sentimental dari Setiap Karakter nan Berkesan
Tak hanya Kiyo dan Sumire nan mempunyai cerita menarik sebagai dua bersahabat, ada banyak karakter pendukung nan sukses hidup dalam ‘The Makanai’. Sudah menjadi skill Hirokazu Kore-eda untuk menulis penokohan karakter dengan backstory menarik. Meski dalam porsi besar alias kecil, setiap karakter dalam serial ini adalah bagian sentimental nan melengkapi naskah secara keseluruhan.
Kita juga bisa memandang peran-peran dalam bumi maiko. Mulai dari ‘master’, ‘ibu’, hingga geiko berbakat berjulukan Momoko nan eksentrik dibalik keanggunannya. Kemudian ada Ryoko nan edgy dengan dilemma batinnya sendiri, apalagi pelayan bar, fotografer, hingga pengantar paket langganan juga meninggalkan kesan tersendiri dalam serial ini. Di sinilah kekuatan utama dari serial bergenre slice of life.
Sekilas mungkin seperti tidak ada plot, alias tidak cerita untuk disantap. Padahal ada banyak kisah nan natural, otentik, dan sentimental di sepanjang bagian nan mempunyai makna mendalam tentang kehidupan. Dunia baru nan banyak dari kita belum pernah ketahui.
Perkenalkan Keindahan Dunia Maiko dan Kota Kyoto nan Menawan
‘The Makanai’ sangat kaya dengan muatan budaya Jepang, khususnya kehidupan rumah maiko di Kyoto. Sepanjang episode, kita tak hanya memandang sajian masakan Kiyo nan enak-enak, namun juga pemandangan distrik Gion di Kyoto nan sangat menawan. Gion sendiri memang letak terkenal untuk intermezo geiko/geisha, dengan restoran dan beragam cafe bernuansa Jepang kuno. Di letak ini pula banyak rumah maiko, dimana gadis-gadis muda berlatih untuk menjadi geiko ahli jika kelak telah berumur di atas 20 tahun.
Mungkin tetap ada nan mempunyai pemahaman nan salah tentang maiko dan geiko/geisha. Serial juga mempunyai memuat informasi bakal kebudayaan Jepang dengan presentasi nan sangat subtle. Mulai dari istilah, status, hingga peran-peran dalam bumi maiko. Bagaimana rutinitas dan jenjang karir mereka. Tata busana dan makeup mereka juga ditampilkan dengan akurat. Tidak seperti “Memoirs of A Geisha” (2005) nan secara ironis sangat terkenal, padahal mempunyai presentasi nan tidak jeli dalam segi budaya.
Bagi fans keelokan Jepang, dijamin bakal dipuaskan dengan visual Gion, Kyoto. Mulai dari rumah maiko nan sederhana, kecil, namun terlihat hangat. Hingga jalanan distrik melalui beragam toko, pasaran untuk shopping bahan masakan, sembari memandang gadis-gadis mengenakan kimono nan lampau lalang. Kita bakal memandang penampakan Kyoto sepanjang tahun dengan beragam musim nan mempunyai pesona masing-masing.
“The Makanai: Cooking for the Maiko House” merupakan drama slice of life nan jarang kita temukan di Netflix. Bisa menjadi salah satu nan terbaik sebagai serial feel good dan comfort series nan nyaman ditonton. Tangan dingin Hirokazu Kore-eda sukses berikan nyawa pada latar serta setiap karakter nan melengkapi cerita. Bisa jadi tontonan slice of life terbaik nan kita tonton di awal tahun ini.