Cryptoharian – Seorang analis kripto, @CollinTCrypto alias biasa dipanggil Collin membeberkan hasil risetnya mengenai potensi pasar nan bakal mengalami crash lebih besar dari tahun 2008 lalu. Dalam video nan dia begikan di laman Twitternya, dia membahas terkait yield curve nan menjadi referensi pada tiap krisis finansial dunia.
“Setiap kali yield curve terbalik (warna merah), maka perihal tersebut adalah urutan awal dari langkah maju. Langkah selanjutnya adalah Fed Fund Rate nan mulai menurun. Dalam perihal ini, penurunan pivot itu bakal merupakan langkah kedua,” ungkap Collin.
Collin mengungkapkan, langkah ketiga ialah pasar saham mulai mencapai titik terendah dan jatuh ke titik terendah terakhir (bottom). Pada titik ini, dia menyoroti pada bubble dot com pada tahun 2000 dimana ambruknya pasar akbat gelembung tersebut terjadi.
Kemudian, terjadi kembali kebalikan dari yield curve di tahun 2007, dimana masa pemulihan setelah crash pasar nan disebabkan dot com. Pada langkah keduanya, suku kembang turun dan The Fed mulai pivot. Pada tahun 2008, bagian terbesar dari pasar telah jatuh dibagian paling bawah S&P 500 lantaran krisis properti.
“Saat ini pada tahun 2023, kita ada pada permulaan dari pembalikan yield curve, dan kita tetap belum tahu The Fed bakal pivot alias tidak meskipun suku kembang melambat seperti saat FOMC terakhir lalu,” ujarnya.
Baca Juga: Rangkuman Berita Bitcoin Cryptoharian: Elon Musk Tidak Tertarik Dengan Kripto Hingga Faktor Penurunan Bitcoin
Dalam perhitugannya, pada akhir tahun depan adalah fase akhir dimana pasar bakal menjadi flat dari Federal Fund Rates.
“Pivot bakal muncul, saat pertama kalinya suku kembang betul-betul menurun. Saya kurang tahu itu bakal terjadi kapan, mungkin 6 alias 12 bulan kedepan. Itu adalah fase 2,” kata Collin.
Pada langkah ketiga, kolaps masif dari S&P 500 sampai bottom bakal terjadi nan mana diantara tahun 2024 alias 2025. Entah S&P bakal menuju kemana, namun Collin beranggapan bahwa 2123 alias 1506 adalah level nan memungkinkan.
“Mengingat Bitcoin mempunyai kemiripan dengan saham, dan itu adalah produk dari hasil crash tahun 2008. Semenjak kemunculan Bitcoin, harganya terus mengalami peningkatan selama 12 tahun. Kolapsnya terjadi pada Covid-19, nan membutikan bahwa BTC juga rentan,” paparnya.
Jadi, lanjutnya, Jika Bitcoin sama dengan saham, dan saham bakal mengalami kejatuhan luar biasa dalam dua tahun alias lebih, maka perihal nan terlaksana adalah Fed Fund Pivot, setelah yield curve nan terbalik.
“Jika itu terjadi, maka saya percaya BTC bakal menurun lebih dari US$ 18.000. Bahkan, saya merasa bahwa BTC bakal jatuh ke US$ 10.000, mungkin juga US$ 8.000,” urai Collin.
Sementara itu, Henrik Zeberg nan merupakan salah satu expert upaya juga memberikan pendapatnya baru-baru ini. Dalam diagram nan dia bagikan, terlihat bahwa dia menyoroti bottom dari tingkat pengangguran.
Ia menyoroti bottom tingkat pengangguran pada tahun 2001, kemudian pulih pada tahun-tahun berikutnya dan kembali down pada tahun 2009 dengan nomor nan cukup mengenaskan. Pada tahun 2023 inilah dia kembali menyoroti dan mempertanyakan, apakah ini merupakan tahun dimana tingkat pengangguran berada di bottom lagi.
“Kesamaannya menakutkan! Blow-Off-Top ekuitas datang, nan kemudian kehancuran pasar nan lebih besar dari 2007 hingga 2009,” kata Zeberg.
Muhammad Syofri
Trader Forex dan Bitcoin nan sudah bergulat di bagian trading dari tahun 2013. Sering menulis tulisan tentang blockchain, forex dan cryptocurrency.