Jakarta, Gizmologi – Saat ini, Pemerintah dan DPR telah mengesahkan Undang Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) nan memberikan kerangka patokan komprehensif pelindungan informasi pribadi masyarakat dalam ekosistem digital.
Disahkannya Undang Undang Perlindungan Data Pribadi merupakan jawaban dari meningkatnya penetrasi pengguna internet di tengah maraknya beragam kejahatan siber seperti pencurian identitas. Hal ini menjadikan digital trust semakin krusial untuk dibangun demi mendorong masuknya masyarakat ke dalam ekosistem digital.
Berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia pada Oktober 2022, sekitar 41.6% masyarakat Indonesia meragukan alias apalagi merasa informasi pribadi nan didaftarkan dalam aplikasi digital tidak terjamin kerahasiaannya. Masih dalam riset nan sama, meskipun kebanyakan (75.1%) belum pernah mendengar alias mengetahui tentang rancangan UU PDP, namun kebanyakan masyarakat menyatakan semakin percaya informasi pribadi bakal terlindungi jika UU PDP diberlakukan (61.4%).
Sebagai kunci dalam membangun ekosistem ekonomi digital, identitas digital nan kondusif menjadi suatu komponen kunci dalam menghadapi tindak penyalahgunaan informasi pribadi dan kejahatan siber lainnya. Akan tetapi, identity fraud sebagai corak penyalahgunaan informasi pribadi tetap menjadi masalah nan penanganannya tetap dilakukan secara sendiri-sendiri di ekosistem digital. Hadirnya kerangka regulasi dan literasi masyarakat perlu jadi upaya berbareng dalam mendorong kepercayaan digital (digital trust) di kalangan masyarakat menuju sasaran inklusi finansial Pemerintah di tahun 2024.
Adrian Anwar, Chief of Revenue VIDA menjelaskan, dalam perihal literasi keuangan, masyarakat perlu memperhatikan empat komponen utama ialah mengetahui produk digital, bijak memanfaatkan, akibat dan kontrol, dan penyelesaian masalah. Selain aspek keamanan, pemberian akses layanan digital nan inklusif juga kudu nyaman dan dapat digunakan oleh seluruh kalangan masyarakat.
“Dengan pemahaman tersebut, kami harapkan masyarakat bakal lebih mudah memanfaatkan layanan finansial digital secara kondusif dan nyaman, dan tentunya juga dapat membantu pemulihan ekonomi pasca pandemi di Indonesia secara inklusif melalui identitas digital,” ujar Adrian, dalam siaran pers nan diterima Gizmologi di Jakarta (23/12).
Undang Undang Perlindungan Data Pribadi

Sementara Erwandi Hendarta, S.H., LL. M., MBA, praktisi norma dan pengacara dari HHP Law Firm, menjelaskan bahwa dengan adanya Undang Undang Perlindungan Data Pribadi seluruh peraturan nan lain dikelompokkan menjadi satu peraturan.
“Meskipun peraturan pidana nan mengikat semua pihak ini telah dihadirkan ke dalam ekosistem digital, peraturan ini tidak dapat bergerak sendiri melainkan memerlukan partisipasi proaktif dari para pemangku kepentingan lainnya dan masyarakat umum sebagai konsumen,” imbuhnya.
Aturan nan baru saja disahkan pada September nan lampau ini menjadi suatu penegasan nan berdasarkan asas legal bagi para pelaku industri digital.
Regulator industri finansial juga mengamini pentingnya memperhitungkan kepercayaan konsumen alias trust dalam keberlangsungan beragam kegiatan ekonomi vital di ranah digital. Tomi Joko Irianto, Analisis Senior Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian, dan Pengembangan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan beragam tantangan seperti perlindungan informasi pribadi, keamanan siber, e-KYC dalam mengukur keahlian lembaga jasa finansial untuk mengenal konsumernya secara elektronik.
“Termasuk keandalan sistemnya, kualitas angsuran skornya, layanan kepada konsumennya, serta edukasi kepada publik terhadap faedah dan layanan lembaga finansial nonbank menjadi perihal krusial nan perlu diperhatikan oleh seluruh stakeholder lantaran berakibat pada keberlangsungan upaya maupun perlindungan konsumen,” imbuhnya.
Pandangan serupa juga ditegaskan Menkominfo nan mendorong standarisasi identitas digital dengan penggunaan sertifikat elektronik sesuai peraturan perundang-undangan nan berlaku. Pada kegiatan Closing Ceremony Indonesia Fintech Summit & Bulan Fintech Nasional 2022 di Yogyakarta (12/12), Johnny G Plate, Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia menegaskan secara terpisah.
“Pemerintah mendukung pemanfaatan layanan fintech nan semakin terpercaya, melalui akomodasi otentikasi secara elektronik oleh Penyelenggara Sertifikat Elektronik (PSrE). Otentikasi oleh PSrE menjadi krusial dalam memenuhi standar kepercayaan transaksi khususnya di tingkat internasional. Kami mengundang untuk bersama-sama mendukung upaya tata kelola ruang digital dan penerapan Undang-Undang PDP secara penuh serta membujuk para lembaga finansial untuk saling bekerja sama dalam mendorong pemanfaatan sertifikat elektronik, menggencarkan edukasi mengenai penemuan ini dalam mewujudkan layanan transaksi finansial nan semakin kondusif dan semakin nyaman,” pungkasnya.