White Noise Review: Film Eksperimental Noah Baumbach

Sedang Trending 4 bulan yang lalu

“White Noise” merupakan movie Netflix Original terbaru dari sutradara kawakan, Noah Baumbach. Terkenal melalui movie drama kehidupan nan raw seperti “The Squid and the Whale” (2005), “Frances Ha” (2015), hingga “Marriage Story” (2019), kali ini kita bakal memandang sajian Baumbach nan cukup berbeda dari film-film tersebut. “White Noise” sendiri merupakan movie penyesuaian novel berjudul serupa oleh Don DeLillo. Dibintangi oleh Adam Driver, Greta Gerwig, dan Don Cheadle.

Berlatar pada 1984, Jack Gladney adalah seorang guru besar mahir studi tentang Hitler di suatu universitas di Ohio. Suatu hari, kehidupan tenang mereka terusik ketika ada kejadian gas berbisa nan melanda pemukiman mereka. Jack, Babette, beserta anak-anak mereka berupaya mengevakuasi diri agar tidak terpapar gas berbisa nan mengkontaminasi udara.

Sekilas, “White Noise” mungkin terlihat seperti movie drama survival family dengan sentuhan komedi. Namun, movie ini menyajikan beragam cerita lintas aliran di dalamnya. Dengan sentuhan keabsurdan nan cukup bikin penonton merasa diombang-ambing sepanjang plot.

White Noise

Film Noah Baumbach dengan Eksekusi Paling Eksperimental

Film ini merupakan jenis movie absurd komedi nan bakal membikin kita bertanya; “White Noise” sebetulnya movie tentang apa? Terkadang membikin tertawa, terkadang membikin tegang. Ada saatnya sajikan orasi puitis dan brilian, namun ada kalanya kita mendengarkan ocehan absurd level anak-anak. Awalnya kita berpikir movie ini mempunyai latar epic apocalypse, namun tak lepas juga dari sekuen kehidupan nan biasa saja.

Pada akhirnya, sebetulnya “White Noise” adalah kisah tentang kehidupan pada umumnya. Terkadang semua terasa biasa saja, namun ada kalanya kita menemukan di diri kita di tengah peristiwa nan monumental. Sebetulnya cukup relevan dengan apa nan kita alami beberapa tahun belakangan. Pandemi nan pecah pada awal 2020 telah membikin kita berada di situasi nan terasa aneh, mengerikan, dan mengubah style hidup kita secara keseluruhan. Padahal sebelum pandemi, kehidupan kita bisa jadi terasa biasa-biasa saja.

Noah Baumbach mempunyai materi penyesuaian literasi post-modern nan unik, kemudian wujudkan sebagai movie dengan eksekusi nan unik. Tak semudah itu mengadaptasi materi nan sudah unik untuk menjadi naskah movie nan sama uniknya. “White Noise” menjadi karya penyesuaian nan menunjukan keberanian Baumbach keluar dari area nyamannya.

White Noise

Aneka Genre Cerita dalam Satu Naskah Kohesif

Menonton “White Noise” kita bakal merasakan sensasi melompati aliran demi aliran sepanjang plot. Awalnya kita memandang movie ini sebagai komedi family 80an, kemudian epic apocalypse, lampau horror, thriller, hingga problematika dalam pernikahan. Ada pula pembahasan seputar cinta, kehidupan, dan kematian, membawa kita pada perjalanan krisis keberadaan nan cukup gelap.

Bagi beberapa penonton, “White Noise” mungkin bakal menimbulkan emosi overwhelming. But isn’t that life? Terkadang kehidupan terasa begitu cepat, begitu riuh, dan tidak terhentikan. Pada situasi tertentu, “White Noise” bisa menjadi petualangan menonton movie nan seru. Namun sangat wajar jika ada penonton nan tidak merasa nyaman apalagi kalut saat menonton. Bukan lantaran movie ini mengandung gore alias adegan-adegan disturbing, terkadang kehidupan memang problematik saja dan itulah horornya memandang dari perspektif orang ketiga.

Meski dengan penjelasan plot dan aliran nan terkesan kombinasi aduk, “White Noise” tetap mempunyai kesinambungan dari segmen per adegan. Plot nan disajikan juga kronologis dan alurnya maju, termasuk sangat mudah disimak. Bahkan dengan segala keabsurdannya. Mengapa judulnya “White Noise”, lantaran movie ini adalah segala perihal tentang kehidupan dan kematian, it’s everywhere like white noise.

Produksi Latar Amerika Era 80an Otentik dan Sound Mixing Terbaik

Satu komponen dengan pujian absolut adalah produksi movie ini nan sangat maksimal. Dengan latar 80an, latar, make up, hairdo, wardrobe, dan detail-detail mini lainnya betul-betul presentasi Amerika era 80an nan sempurna. Semakin terlihat otentik dengan pemilihan sinematografi dan filter movie nan mirip dengan movie dari era tersebut. Sekilas kita bakal seperti memandang “The Shining” (1980) alias “E.T, the Extra-Terrestrial” oleh Steven Spielberg dari tahun 1982.

Kualitas sound mixing dalam movie ini juga patut beri apresiasi. Dengan titel “White Noise”, tentu saja kita mempunyai ekspektasi tentang sajian sound alias audio seperti apa nan bakal kita alami dalam movie ini. Selain makna ‘white noise’ sebagai sesuatu nan filosofis, white noise juga diaplikasikan sebagai ambience film. Memang bakal sangat membikin kepala pening dalam beberapa adegan. Kita bakal mendengar banyak orang berbincang dalam satu segmen namun disitulah seninya. Ketika semuanya audio nan terekam tidak asal riuh, namun mixing-nya sangat clean.

“White Noise” mungkin bukan movie nan bisa dinikmati oleh semua orang. Namun jelas menjadi pengalaman nan terlalu menarik untuk dilewatkan. Keberanian Noah Baumbach untuk mengeksekusi naskah seunik ini juga patut diapresiasi, lantaran secara keseluruhan movie ini mempunyai presentasi nan berkualitas.

Sumber Blog Hiburan TV, Movies, Music, dan Lifestyle
Blog Hiburan TV, Movies, Music, dan Lifestyle
close
Atas